CELAH JEKKY
Bagian 1
HIDUP
“Hidup
Bukanlah Kata-Kata Dan Juga Bukan Untuk Menarik Nafas Lalu Membuangnya”
Terbangun menatap
cermin teransparan berharap perubahan, wajah kusut sarut yang tidak ada
perubahan. Siulan angin masuk dalam batinku, menatap cermin. Bisakah ada
perubahan di wajahku walaupun sebiji kacang kedelai, aku tidak tau apa yang
salah dari wajah ini, aku tidak ingin menyalahkan siapa pun kecuali diri
sendiri.
Ayam jantan bersuara dengan lantang dan
jelas sebab aku iri akan itu, Langkah kaki terdengar datang.
“Dug dug dug”
Langkah lembut hati yang menerima aku apapun keadannya, “bang Jekky, ayo
sarapan bersama” hela nafas menjawab “iya, akan segera datang bu”. Berjalan ke
tempat suara hangat kelaparan, terlihat lauk yang sangat sederhana dengan
suasana nyaman sudah terkumpul. “kak, ayo sini duduk dan makanlah Bersama kami”
senyum manis Sifa, obat penenangku. Mata yang masih mengantuk, tersenyum untuk membalas
senyumnya.
“iya, ayo kita makan Bersama” suara lantang ayahku. Aku harap suasana
nyaman ini tidak akan hilang dihidupku Bersama ibu, ayah, dan adik perempuanku.
“nih, tambahan makanan
kesukaan abang Jekky sama kaka Sifa dan
ibu juga buatkan sambal yang enak banget yang pasti pedes nya polll” suara
lembut sambil menaruh makanan kesukaanku.
“lah bu makanan kesukaan ayah mana?” kesal!
Ibu menjawab “kan ayah pemakan segala, lagian ayah kan suka sambal ibu makan saja
sambalnya” Ekspresi kaget “waduh, itu mah bukannya enak malah ujung – ujungnya
sakit perut” suasana tawa hadir disini.
“ya sudah, ayo kita makan dan doa dipimpin
sama ayah saja” suara lembut ibu. Ayahku merespon “siap bu komandan, semoga
makanan yang dimeja ini menjadi berkah untuk tubuh kami. Bismillahirohmanirohim
Allahumma barik lana fi ma razaqtana wa qina adzaban nar” mengangkat kedua
tangan sejajar dada. Semua menjawab “Amin” sambil mengusap kedua telapak tangan
ke wajah.
Setiap
pagi selepas sarapan aku membantu ayahku mengangkat biji kacang kehidupan
keluarga kami untuk dijadikan tahu dan tempe. Adikku Bernama Sifa
membantu membungkus kripik tempe yang sudah matang bersama ibu untuk
dijual di sekolahku dan sekolah adikku.
Selepas
membantu ayahku, aku melihat aliran kali yang cukup bagus. Iya betul, aku tinggal
di bantaran kali yang terbiasa terbawa arus kesedihan bahkan kebahagiaan.
Jekky Nama panggilan kesayangan ibu, Nama
asliku Ahmad Jaehaki. Umur
yang sudah remaja meranjak dewasa dengan tinggi badan SNI, sawo mantang dan
mulut terdapat cabik yang dalam. Hati bertanya “Apa karena aku lahir di hari
sabtu? orang dulu berkata kalau lahir di hari sabtu suro menandakan akan buruk
dihidupnya kelak”. Rasa bingung menatap aliran air yang tak tau akhir.
“creck” bunyi pintu mandi.
“abang, Sifa udah selesai mandinya giliran
abang sana mandi biar gak terlambat masuk sekolah”. Kumenjawab “iya”.
Bersihkan badan lalu jalan kedepan, waktu
sudah harus menjemput ilmu. Aku dan Sifa bergegas menuju sekolah dan tak lupa
aku berpamitan dengan Ibu dan ayah, aku pun minta doa restu untuk menuntut ilmu
dan selamat sampai akhir tujuanku.
Sesampainya di sekolah aku terlambat 15
menit saja untuk masuk ke dalam gerbang
itu, andai saja aku tidak membawa kripik tempe ini pasti aku sudah sat,set,sat,set.
Sampai akhirnya aku masuk melalui lubang dibelakang sekolah, seperti tikus yang
tertangkap kucing. Aku pun tertangkap Ibu BK dan masuk ke tempat yang
mengerikan para siswa lebih ngeri dari
rumah hantu.
“Jaehaki kamu kenapa lewat lubang dibelakang
sekolah ini, kamu terlambat datang?” Ibu BK.
“maaf bu, maaf aku masuk melalui lubang. Aku
terlambat 15 menit saja bu, maafkan saya bu” rasa takut untuk diampuni.
“baik, begini ibu memaafkanmu tetapi kamu akan
dihukum karena keterlambatanmu walaupun 15 menit dan kamu masuk melalui lubang itu
Tindakan yang buruk. Ibu akan memberi 2 pilihan atas perbuatan kamu yang
terlambat dan masuk melalui lubang tadi” nada tinggi tegas ibu BK.
ada 2 pilihan yang diberikan guru BK.
Pertama, aku harus panggil orang tua ku untuk menghadapnya dan kedua, aku harus
membersikan seluruh toilet di sekolah ini.
“baik bu, aku memilih pilihan kedua atas
perbuatanku yang terlambat dan Tindakan buruk itu” Jekky bicara.
“oke, silahkan kerjakan ada Pak darto
disana” nada santai Bu BK.
“Lantas aku ambil pilihan kedua, daripada
aku panggil orang tuaku untuk menghadapnya Mending aku bersihkan toilet
disekolah ini untuk tanggung jawab atas perbutanku tadi pagi. iya sudah, hitung
– hitung amal buat hari kelak”. (bicara dalam hati).
“punten, pak Darto…. Pak darto.. Pak” mataku
mencari bau pak darto. “doooorrr, kaget gak, panik gak…panik gak” suara pak
Darto yang ingin mengagetkanku.
“apaan sih pak, Jaehaki gak kaget dan gak
panik juga”. Pak darto “oalah kamu gak kaget, terus kamu kesini mau ngapain?
Jangan bilang kamu terlambat”.
“iya pak, aku terlambat dan dihukum sama ibu
Wawat guru BK. Aku di beri hukuman untuk membersihkan semua toilet di sekolah
ini.”.
“oke, ki ini semua perlengkapan kebersihan
yang harus kamu manfaatkan. Bapak duduk disini akan mengawasimu.” Nada tegas
pak Darto.
“iya pak” jawab aku memegang kanibo. Aku pun
melaksanakan tanggung jawab itu mulai dari wastafel dan seterusnya.
Setelah 45 menit berlalu, sudah selesai
hukumanku, aku pun lupa kripik tempe yang harus dititipkan di kantin sekolah sedangkan
2 menit lagi jam masuk belajar. Aku segera menitipkan kripik ke kantin sekolah
lalu merapikan pakaian seragam ku untuk masuk di jam belajar yang selanjutnya.
“kringkriiingkring waktu pulang
kringkringkring” (bel pertanda sekolah). “Akhirnya waktu pulang sudah datang.
Belajar Cuma 180 menit dan dihukum 45 menit, cukup indah” Senyum tipis
pikiranku. Bergegas pulang dan mengambil kripik di kantin yang sudah dititipkan
tadi.
“punten, mi ebi.. kripik masih ada?”
tanyaku. “oh ini ki sisanya Cuma laku 5 kripik, soalnya kamu nitipnya telat” mimi
ebi menjawab.
“iya mi, terimakasih mi” ucapku
“iya, sama-sama”. Mimi ebi tersenyum
membalas ucapanku.
Aku pun bergegas menggunakan sepeda blackku
untuk pulang dan menjemput adikku. Yang sekolahnya tidak jauh dari sekolahku
sekitar 1 km lagi sampe supermarket, aku membaca plang dipinggir jalan.
Sesampai nya di sekolah adikku ternyata aku
terlambat menjemput adikku, dia sudah pulang bareng temannya naik angkutan
umum yang berwarna kuning. “Aku sudah
keliling, Panjang kali lebar di sekolah ini tapi aku tidak melihat batang
hidungnya, berarti dia sudah pulang. Ya sudah aku pun pulang”.
Sesampainya aku dirumah, betul dia sudah
pulang dan sedang tidur dengan nyeyak. “astaga, kaka nya keliling sekolah inih
anak udah pulang duluan. Kirim pesan wa supaya tau” ucapanku membangunkan
adikku.
Sifa : “heheheeh,... maaf kak tadi lupa
ngabarin”. Senyum dan tangannya memegang kepalanya. “ya sudah, ibu sama ayah
dimana?” tanyaku. “ibu sama ayah lagi ke pasar kak” jawab nya.
Karena aku terlambat, aku harus mengulang
pelajaran yang pertama dan kedua dengan otodidak lewat catatan teman yang
sempat aku foto. Setelah itu aku melanjutkan tugas yang diberi guruku saat aku
terlambat.
“hm….. pusing sekali mana tugasnya banyak,
belum sempat diajari sama guruku aku bodoh sekali. Tuhan beri aku kapasitas
lebih dalam otakku, udah 2 jam aku belajar tetap tidak masuk. Aahhhhhh….” Kesal
dan kecewa pikiran yang tidak bisa dipaksakan.
Hati dan pikiran mengakui bahwa aku memiliki
kekurangan dalam otak maupun fisik, mau marah tetapi marah ke siapa? Dan mau
tanya tugas tetapi tanya ke siapa? Tadi saja, aku minjem buku di teman untuk
catet materi saja tidak boleh. Sungguh aku tidak banyak teman dan tidak ada
yang mau bersahabat denganku percayalah.
Kututup buku catettanku lalu pergi ke
pinggir sungai dibawah pohon yang rindang. Melihat aliran sungai aku teringat
perkataan kakekku yang sudah meninggal.
“Lihatlah sungai itu, aliran air yang
mengalir hingga sampai ke hilir. walaupun sungai itu banyak bebatu-batu, air
tetap mengalir hingga ke hilir. Ibarat kehidupan, kamu hidup harus memiliki
tujuan bersiap untuk melewati rintangan demi tercapai tujuanmu atau
hilirmu”. Kakek Akung said.
Kakekku begitu peduli dengan ku, saat aku
sendiri kakek selalu menemaniku dan memotivasiku dengan perkataannya untuk
selalu bersyukur. Kakekku adalah seorang pria yang kuat, yang selalu menjaga
anak dan cucu, yang memberi semagat untuk hidup, dan sebagai panutan yang aku
hormati.
Kakek memang tidak cerdas dalam
pembelajarannya karena dia putus sekolah dahulu tetapi beliau mampu meyakinkan
orang lain dengan perkataannya. Itu salah satu kata - kata yang beliau
sampaikan saat menemaniku duduk di bawah pohon yang rindang memandang aliran
sungai ini.
Ku mendengar “hey nak, udah mau magrib jangan duduk dipinggir sungai”. Seketika aku
tersadar setelah mendengar suara itu, aku pun bergegas masuk kedalam
rumah.